Bisakah musisi Indonesia menyuguhkan rekaman nomor-nomor jazz sekelas permainan musisi mancanegara tanpa harus memasukkan unsur etnik sebagai andalan utama? Atau tanpa harus berkompromi habis-habisan dengan unsur musik pop atau lainnya sehingga unsur jazz hanya terkesan sebagai pelengkap?
Itulah yang sempat menjadi pertanyaan saya sebelum menyetel CD album "Love Life Wisdom" milik LLW (Lesmana Likumahuwa Winarta) ini.
Jawabannya sudah bisa terbayang sejak lagu pertama di album ini bergulir. Mendengarkan "Back Into Sumthin" langsung terasa seperti sedang berada dalam sebuah pertunjukan musik jazz di kafe atau lounge. Terasa dekat, hidup, dan nyaman di kuping.
Perasaan yang sama juga muncul saat menikmati lagu-lagu lain dari grup musik yang terdiri dari Indra Lesmana (piano), Barry Likumahuwa (bas), dan Sandy Winarta (drum) ini. Sebut saja seperti "Morning Spirit", "Smooth Over the Rough", dan "Friday Call".
Termasuk pula lagu "Love Life Wisdom" yang menghadirkan Dira Sugandi sebagai pengisi vokal. Di lagu ini, Dira seperti mendapat kesempatan untuk menunjukkan kekuatan ciri khas suaranya dengan maksimal.
Sebagai senior dan juga pencipta semua lagu di album ini, permainan piano dari Indra Lesmana memang terasa mendominasi namun bukan berarti Barry dan Sandy hanya berperan sebagai pengiring. Mereka juga mendapat kesempatan untuk menampilkan permainan mereka secara proporsional pada setiap lagu.
Album ini tidak sepenuhnya menyuguhkan musik jazz murni. Dengar saja lagu bertajuk "Strecth N Pause" di urutan kedua yang tidak hanya menghadirkan efek scratching piringan hitam oleh DJ Cream, tapi juga celoteh rap dari Kyriz Boogiemen dan beatbox oleh Indra Aziz. Memang jadi lumayan terdengar seperti hip hop, namun ciri jazznya tidak lantas tenggelam begitu saja.
Nomor itu justru jadi terasa sangat kaya, dan itulah keunggulannya. Bisa jadi itu bagian dari improvisasi untuk menjangkau pangsa pasar yang lebih luas dari sebatas penikmat musik jazz.
Hal lain yang juga tampak sebagai improvisasi adalah sampul album yang berwarna cerah lumayan mencolok tanpa foto. Sesuatu yang terbilang tidak biasa untuk desain sampul sebuah album jazz. Hasilnya cukup menarik dan sepertinya bisa untuk menyamarkan kesan serius dari musik yang ditawarkan.
Sementara sesuatu yang terasa mengganggu kenikmatan dalam mendengarkan album ini adalah kehadiran tembang "Love Life Wisdom" dalam dua versi yang dipasang berurutan. Versi pertama, yang sepertinya merupakan versi untuk diputar di radio (radio edit) berdurasi 5:47 menit dan diakhiri secara fade out. Sedangkan versi satunya lagi, yang disebut sebagai extended version, berdurasi 7:21 menit
Dengan kondisi demikian, akan lebih baik jika yang disertakan hanya versi lengkapnya. Pasalnya, mendengarkan dua lagu yang serupa tapi tak sama (durasinya) secara berturut-turut bukanlah sesuatu yang menyenangkan bagi yang ingin menikmati sebuah album secara utuh.
Di luar itu, secara keseluruhan album ini bisa dibilang merupakan sebuah album jazz bergizi. Mampu menyehatkan dan memuaskan kuping para penikmat musik, khususnya musik jazz. Pertanyaan saya di awal tulisan ini pun terjawab sudah: bisa.
Itulah yang sempat menjadi pertanyaan saya sebelum menyetel CD album "Love Life Wisdom" milik LLW (Lesmana Likumahuwa Winarta) ini.
Jawabannya sudah bisa terbayang sejak lagu pertama di album ini bergulir. Mendengarkan "Back Into Sumthin" langsung terasa seperti sedang berada dalam sebuah pertunjukan musik jazz di kafe atau lounge. Terasa dekat, hidup, dan nyaman di kuping.
Perasaan yang sama juga muncul saat menikmati lagu-lagu lain dari grup musik yang terdiri dari Indra Lesmana (piano), Barry Likumahuwa (bas), dan Sandy Winarta (drum) ini. Sebut saja seperti "Morning Spirit", "Smooth Over the Rough", dan "Friday Call".
Termasuk pula lagu "Love Life Wisdom" yang menghadirkan Dira Sugandi sebagai pengisi vokal. Di lagu ini, Dira seperti mendapat kesempatan untuk menunjukkan kekuatan ciri khas suaranya dengan maksimal.
Sebagai senior dan juga pencipta semua lagu di album ini, permainan piano dari Indra Lesmana memang terasa mendominasi namun bukan berarti Barry dan Sandy hanya berperan sebagai pengiring. Mereka juga mendapat kesempatan untuk menampilkan permainan mereka secara proporsional pada setiap lagu.
Album ini tidak sepenuhnya menyuguhkan musik jazz murni. Dengar saja lagu bertajuk "Strecth N Pause" di urutan kedua yang tidak hanya menghadirkan efek scratching piringan hitam oleh DJ Cream, tapi juga celoteh rap dari Kyriz Boogiemen dan beatbox oleh Indra Aziz. Memang jadi lumayan terdengar seperti hip hop, namun ciri jazznya tidak lantas tenggelam begitu saja.
Nomor itu justru jadi terasa sangat kaya, dan itulah keunggulannya. Bisa jadi itu bagian dari improvisasi untuk menjangkau pangsa pasar yang lebih luas dari sebatas penikmat musik jazz.
Hal lain yang juga tampak sebagai improvisasi adalah sampul album yang berwarna cerah lumayan mencolok tanpa foto. Sesuatu yang terbilang tidak biasa untuk desain sampul sebuah album jazz. Hasilnya cukup menarik dan sepertinya bisa untuk menyamarkan kesan serius dari musik yang ditawarkan.
Sementara sesuatu yang terasa mengganggu kenikmatan dalam mendengarkan album ini adalah kehadiran tembang "Love Life Wisdom" dalam dua versi yang dipasang berurutan. Versi pertama, yang sepertinya merupakan versi untuk diputar di radio (radio edit) berdurasi 5:47 menit dan diakhiri secara fade out. Sedangkan versi satunya lagi, yang disebut sebagai extended version, berdurasi 7:21 menit
Dengan kondisi demikian, akan lebih baik jika yang disertakan hanya versi lengkapnya. Pasalnya, mendengarkan dua lagu yang serupa tapi tak sama (durasinya) secara berturut-turut bukanlah sesuatu yang menyenangkan bagi yang ingin menikmati sebuah album secara utuh.
Di luar itu, secara keseluruhan album ini bisa dibilang merupakan sebuah album jazz bergizi. Mampu menyehatkan dan memuaskan kuping para penikmat musik, khususnya musik jazz. Pertanyaan saya di awal tulisan ini pun terjawab sudah: bisa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar